Pertemuan Terindah dengan-Nya

Pertemuan Terindah dengan-Nya

1 Comment

Pertemuan Terindah dengan-Nya

Sore itu aku bermain kerumah pacarku, setelah sekian lama kita tidak berjumpa. Rasa kangen, rindu, sedih, terharu, senang, tertumpah campur aduk menjadi satu. Betapa bahagianya hati ini berjumpa dengan dia. Pakain terbaik, dandanan terkeren, motor yang mengkilap, parhum merebak sepanjang jalan, rambut tertata menawan, segala penamilan terbaikku aku persembahkan buat dia. Ketika aku sampainya dirumahnya, dia tidak langsung menyambut kedatanganku. Masih dandan untuk menampilkan yang terbaik di depanku. Sambil duduk diruang tamu menunggu kedatangan kekasih hati, aku amati rumahnya begitu indah, bagus, rapi, tertata. kilaun lampu menghias setiap sudut rumah, lukisan-lukisan indah tertampang berbaris rapi di tempok, taman kecil melingkar di ruang berisi ikan-ikan Koi menari-nari, lantai yang biru seperti air lautan, semerbak wangi memenuhi ruangan, membuat betah penghuninya. Akan tetapi keindahan itu terasa ganjil terasa hambar, karena aku tidak disambut yang memiliki rumah langsung, orang yang paling aku kasihi belum ada. Keindahan itu terasa hampa-hambar seakan tak membekas dihati. Ayunan langkah kaki terdengar pelan di telinga, aku hafal dengan irama langkahnya, sudah pasti dia adalah kekasihku yang lama aku tunggu. benar, ketika dia muncul dengan wajah ayu nya, keindahan dan elok kan parasnya membuat terpesona mata memandang, lukisan-lukisan di dinding yang aku kagumi terasa sirna dengan kehadirannya. Harumnya ruang tak sebanding dengan minyak yang dipakainya. Senang, bahagia, terharu, menjadi lautan kepuasan yang tak bisa diungkapkan dengan rangkaian kata-kata. Aku baru sadar keindahan sebenarnya bukan rumahnya yang mewah, bukan bisa tinggal disitu akan keindahana dan kebahagiannya sebenarnya jika bertemu dengan kekasih dimanapun tempatnya. Apakah itu di rumah mewah, dipantai, disawah, atau di pinggir kali. bertemu dengan sosok dia adalah kenikmatan yang tak terhingga.

Begitupun ketika kita di surga, keindahan, kemewahan, kenikmatan surga, tidak akan sebanding ketika mampu melihat "wajah" Rabb kita yang Maha Agung Maha segalanya, cukuplah menjadi keinginan terbesar kita berjumpa dengan Rabb yang di Arsy-Nya. Secara logika dan mengkiaskan itulah gambaran bertemu dengan Allah Azza wa Jalla, yang jelas keindahan dan kenikmatannya melebihi ketemu pacar bahkan kenikmatan surga.

Jangka Jayabaya: Antara Karya Sunan Giri III dan Prabu Jayabaya

1 Comment

Jangka Jayabaya: Antara Karya Sunan Giri III dan Prabu Jayabaya 
Oleh: Suhanto*












Ramalan atau Jangka Jayabaya begitu bertuah dan termahsyur bagi kalangan orang Jawa. Orang Jawa dengan sisa kepercayaan animisme dan dinamisme yang kental dengan klenik dan ramalan belum terpisah dengan kehidupan sehari-sehari. Banyak cara klenik atau ramalan yang digunakan untuk melihat masa depan, kejadian-kejadian, fenomena alam, jodoh, penguasa, bahkan kematianpun di ramalkan. Dan salah satu kiblat agung ramalan orang Jawa adalah Jangka Jayabaya. Salah satu ramalan Jangka Jayabaya yang termahyur adalah ramalan Nusantara (sebelum kemerdekaan) dan penguasanya. Dan konon katanya ramalan tersebut sesuai sejarah Indonesia. Sebagai contoh ramalan tentang penjajahan jepang yang berlangsung selama tiga sengah tahun. Ramalan tersebut berbunyi:

“Tanah Jawa bakal dikuwasani dening Ratu Kuning, sajroning tempo lawase saumure jagung,

banjur bali marang kang duwe”. (Tanah Jawa akan dikuasai oleh Ratu Kuning lamanya seumuran jagung, kemudian setelah itu kembali dikuasai lagi oleh yang empunya).

Ramalan semacam ini yang menjadikan Jangka Jayabaya membumi. Menarik untuk di kupas dan di telaah Jangka Jayabaya ini. Apakah benar Jangka Jayabaya ini karya asli Prabu Jayabaya raja Kediri yang terkenal ? atau karya orang lain yang di beri “cap” Jangka Jayabaya? Apa latar belakang sampai demikian itu ? adakah peran islam dalam Jangka Jayabaya?.

Kebenaran Jangka Jayabaya yang dianggap sebagai karya agung Prabu Jayabaya dapat dilacak

dan dibuktikan kebenarannya melalui, pertama, kitab induk ( karena banyak versi) Jangka Jayabaya yang ditulis oleh beberapa pujangga. Kedua, Sejarah Prabu Jayabaya pada masa memerintahKerajaanKediri. Ketiga, jenis bahasa jawa yang digunaka dalam penulisan kitab Jangka Jayabaya. Dari ketiga kriteria ini, asal usul Jangka Jayabaya dapat dilacak.

Prabu Jayabaya adalah raja Kerajaan Kediri yang memerintah pada tahun 1135-1157 M. pada zaman Prabu Jayabaya hiduplah Empu Sedah yang ditugasi menggubah Kitab Kakawin Bharatayuddha. Sebelum selesai Empu Sedah meninggal kemudian dilanjutkan Empu Panuluh juga menggubah kitab Gatutkacasraya, dan Hariwangsa. Dalam catatan sejarah kitab Jangka Jayabaya tidak tercantum sebagai peninggalan Sastra Kerajaan Kediri karena sampai saat ini pun tidak pernah ditemukan buktinya. Bahasa yang digunakan pada masa itu adalah bahasa Jawa Kuno.

Kitab Jangka Jayabaya yang beredar dan tersebar di masyarakat lebih dari sepuluh. Kitab yang

menjadi sumber pertama yang dijadikan rujukan, sumber inspirasi, bahan kutipan, adalah kitab “ASRAR” karya Sunan Giri ke-3. Ditulis pada tahun 1618 M. Dan “ Kitab Jangka Jayabaya”, karya Pangeran Wijil I sebutan Pangeran Kadilangu II dari Demak. Dua kitab ini lah yang menjadi rujukan penulisan kitab Jangka Jayabaya selanjutnya. Beberapa versi kitab Jangka Jayabaya antara lain, Kitab Muasarar, Kitab Jangka Ratu, kitab Jayabaya, Kitab Musarar lambang Raja, Kitab Musarar Jayabaya, Kitab Musarar Syeh Subakir, Jangka Jayabaya karya R.Ng.Ranggawarsita,danKitabMusararki Tuwanggana. Dan dari sekian versi ini yang paling banyak adalah gubahan R. Ng. Ranggawarsita berjumlah Sembilan. R. Ng. Ranggawarsita (15-03-1802 sampai 24-12-1873) adalah pujangga Kraton Surakarta yang terkenal. cicit dari R. Ng. Yasadipura I, dan cucu R. Ng. Yasadipura II yang juga merupakan pujangga masyur. Melihat jaman hidup Prabu Jayabaya pada abad ke-11 masehi, maka hasil karya sastra yang dihasilkan pada zaman itu bukanlah ditulis dengan bahasa Jawa tengahan, tetapi dengan bahasa Jawa kawi atau bahasa Jawa Kuno. Padahal kitab Jangka Jayabaya yang ditemukan dan yang ada sekarang menggunkan bahasa Jawa Tengahan, bahasa Jawa yang digunakan pada abad ke-14 hingga abad ke-18.

Sebagaimana dijelaskan diatas, kitab “ ASRAR” digubah oleh Sunan Giri III dan pangeran Wijil 1

dari Kadilangu dengan kitab Jangka Jayabayanya. kitab “ ASRAR” di gubah Sunan Giri sebagai renungan akan hal-hal yang dipandang bisa membahayakan bangsa Jawa dan Nusantara dan berkehendak agar terhindar dari bahaya dengan jalan mengingatkan penguasa kepada jalan yang benar. Dalam kitab ini Sunan Giri mengingatkan kepada Sultan Agung Mataram agar mengurungkan niatnya menundukkan semua Bupati dan Adipati di tanah Jawa karena menyebabkan Hura-Hura. Karena musuh sebenarnya dari asing, yakni kekuasan VOC yang menginjakkan kakinya di Batavia dengan monopoli perdagangan dan salah satu misinya kristenisasi.

Sedangkan dalam kitab Jangka Jayabayanya karya Pangeran Wijil 1 dari Kadilangu (Pangeran

Kadilangu II) terselip maksud untuk menghilangkan saling curiga-mencurigai. yang menyebabkan peperangan dengan Kerajaan Mataram.

Sebagai sumber utama, kedua kitab diatas dapat dihitung selisih masa atau jarak antara Prabu

Jayabaya dengan masa kanjeng Sunan Giri Perapen dan dengan pangeran Wijil I:

1. Selisih masa antara Pangeran Wijil I (1741) dan Sunan Giri Perapen (1613) adalah 128 tahun.

2. Selisih masa antara Pangeran Wijil I (1741) dan pemerintahan Prabu Jayabaya (1135-1157) adalah lebih 600 tahun.

3. Selisih masa Sunan Giri Perapen (1613) dan pemerintahan Prabu Jayabaya (1135-1157) adalah 460 tahun.

Dengan memperhatikan selisih jarak hidup ketiga tokoh tersebut dan para penggubah setelah Pangeran Wijil I jelas jauh sekali masanya. Maka antara kitab JANGKA JAYABAYA DAN SANG PRABU JAYABAYA TIDAK ADA SANGKUT PAUTNYA.

Dari peninjauan ketiga aspek di atas maka terbukalah bahwa sebenarnya apa yang disebut dengan

ramalan Jangka Jayabaya itu diragukan hasil karya Prabu Jayabaya.

Orang-orang yang menggubah atau membuat kitab ramalan Jayabaya itu, “ meminjam kewibawaan dan kemasyuran pribadi Prabu Jayabaya” untuk ditempelkan pada kitab gubahannya, agar orang tertarik, meningkatkan popularitas dan menarik konsumen. Kemungkinan juga ini sebagai penghilang jejak penulis atas kritik terhadap penguasa.

Untuk menguatkan persepsi bahwa ramalan Jangka Jayabaya itu diragukan hasil karya Prabu Jayabaya akan penulis kutipkan beberapa tulisan yang konon “karya Prabu Jayabaya” terlihat jelas dari bahasa penulisan sastra yaitu era Bahasa Jawa Tengahan:

“akeh udan salah mangsa, akeh prawan tua, akeh randa nglairake anak, akeh jabang bayi lahir nggoleki bapake.” Artinya banyak hujan turun bukan pada musimnya, banyak perawan tua yang terlambat menikah karena terlalu memilih-milih pasangan dan juga mementingkan karier. Banyak janda melahirkan anak (akibat hubungan bebas) dan banyak yang lahir mencari siapa ayahnya.

Besuk yen wis ana kreta tanpa jaran --- Kelak jika sudah ada kereta tanpa kuda.

Tanah Jawa kalungan wesi --- Pulau Jawa berkalung besi.

Dari paparan di atas dapat disimpulkan Jangka Jayabaya bukanlah karya sastra Prabu Jayabaya Raja Kediri. Rujukan induk Jangka Jayabaya adalah kitab-kitab “ ASRAR” digubah oleh Sunan Giri III dan pangeran Wijil 1 dari Kadilangu dengan kitab Jangka Jayabayanya. Ramalan-ramalan itu muncul dari keinginan, pemikiran, dari pengarang sesudah beliau berdua. kitab “ ASRAR” yang islami tak pernah terkuak petuahnya. Dibungkus dengan kemasyuran ramalan Jayabayanya, bisa dikatakan ini bentuk nativisasi.


*adalah Mahasiswa Mahad Aly Al-Ghazaly Jurusan Pendidikan dan Pemikiran



Sumber:

Hasyim Umar, Apakah Ramalan Jayabaya itu Karya Prabu Kediri ?, Surabaya: pt. bina ilmu. 1983.

http://www.serunik.com/2014/04/inilah-isi-lengkap-ramalan-Jayabaya.html

http://kumpulan-berita-unik.blogspot.co.id/2014/03/Isi-Ramalan-Kitab-Jangka-Jayabaya.html

Add Comment
Refleksi Pidato Bung Tomo 10 November 1945

*Refleksi pidato Bung Tomo membangkitkan semangat jihad Arek Surabaya, pada 10 November dan di Peringati sebagai Hari Pahlawan. Untuk menghadang laju pergerakan kaum Feodal, Syiah, Liberal, Kristen dan Komunis di Indonesia.

Naskah Pidato BUNG HANTO di Kota Surakarta
Bismillahirrahmanirrahim …
Merdeka !!!


Saudara-saudara rakyat jelata di seluruh Indonesia, terutama, saudara-saudara penduduk Negara Indonesia. Kita semuanya telah mengetahui bahwa hari ini kaum Feodal, Syiah, Liberal, Kristen dan Komunis telah menyebarkan pamflet-pamflet yang memberikan suatu ancaman kepada kita semua. Kita diwajibkan untuk dalam waktu yang mereka tentukan, menyerahkan asset-aset yang kita rebut dari tentara penjajah.
Mereka telah minta supaya kita datang pada mereka itu dengan mengangkat tangan. Mereka telah minta supaya kita semua datang kepada mereka itu dengan membawa bendera putih tanda menyerah kepada mereka.

Saudara-saudara, didalam pertempuran-pertempuran yang lampau, kita sekalian telah menunjukkan bahwa rakyat Indonesia, pemuda-pemuda yang berasal dari Maluku, pemuda-pemuda yang berasal dari Sulawesi, pemuda-pemuda yang berasal dari Pulau Bali, pemuda-pemuda yang berasal dari Kalimantan, pemuda-pemuda dari seluruh Sumatera, pemuda Aceh, pemuda Tapanuli & seluruh pemuda Indonesia yang ada di negeri ini, didalam pasukan-pasukan mereka masing-masing dengan pasukan-pasukan rakyat yang dibentuk di kampung-kampung, telah menunjukkan satu pertahanan yang tidak bisa dijebol, telah menunjukkan satu kekuatan sehingga mereka itu terjepit di mana-mana.

Hanya karena taktik yang licik daripada mereka itu, saudara-saudara dengan mendatangkan presiden & pemimpin-pemimpin lainnya ke negeri ini, maka kita tunduk untuk menghentikan pertempuran. Tetapi pada masa itu mereka telah memperkuat diri, dan setelah kuat sekarang inilah keadaannya.

Saudara-saudara, kita semuanya, kita bangsa Indonesia yang ada di Negeri ini akan menerima tantangan tentara perampas ini. Dan kalau pimpinan kaum Feodal, Syiah, Liberal, Kristen dan Komunis yang ada di Indonesia ingin mendengarkan jawaban rakyat Indonesia, ingin mendengarkan jawaban seluruh pemuda Indonesia yang ada di negeri ini. Dengarkanlah ini hai tentara Feodal, Syiah, Liberal, Kristen dan Komunis, ini jawaban rakyatIndonesia, ini jawaban pemuda Indonesia kepada kau sekalian.

Hai tentara Feodal, Syiah, Liberal, Kristen dan Komunis!

Kau menghendaki bahwa kita ini akan membawa bendera putih takluk kepadamu, menyuruh kita mengangkat tangan datang kepadamu, kau menyuruh kita menjual aqidah, agama, dan kekayaan yang kita perjuangkan dari penjajah untuk diserahkan kepadamu.

Tuntutan itu walaupun kita tahu bahwa kau sekalian akan mengancam kita untuk menggempur kita dengan seluruh kekuatan yang ada. Tetapi inilah jawaban kita: Selama banteng-banteng Indonesia masih mempunyai darah merah yang dapat membikin secarik kain putih menjadi merah & putih, maka selama itu tidak akan kita mau menyerah kepada siapapun juga!

Saudara-saudara rakyat Indonesia, siaplah keadaan genting tetapi saya peringatkan sekali lagi, jangan mulai menembak, baru kalau kita ditembak, maka kita akan ganti menyerang mereka itu.
Kita tunjukkan bahwa kita adalah benar-benar orang yang ingin merdeka. Dan untuk kita, saudara-saudara, lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka. Semboyan kita tetap: MERDEKA atau MATI SYAHID.

Dan kita yakin, saudara-saudara, pada akhirnya pastilah kemenangan akan jatuh ke tangan kita sebab Allah selalu berada di pihak yang benar, percayalah saudara-saudara, Tuhan akan melindungi kita sekalian.

Allahu Akbar..!
Allahu Akbar..!
Allahu Akbar…!
MERDEKA!!!

Surakarta, 10 November 2015